Senin, 18 Desember 2017

Menuju Semarang Ramah Disabilitas

Tanggal 3 Desember adalah hari Disabilitas Internasional. Untuk itu, fasilitas dan aksesibilitas Kota Semarang juga harus memudahkan penyandang disabilitas dan lanjut usia untuk beraktifitas.

Secara tidak sengaja, awalnya saya membaca di media sosial mengenai Roemah D (Roemah Difabel) bertempat di jalan MT. Haryono No.266 Semarang, darisana saya berniat untuk mengunjungi Roemah D, karena selain dapat memberikan informasi dengan kawan-kawan bahwa di tengah Kota Semarang ada tempat Komunitas Sahabat Difabel, yang  memiliki bakat dan kemauan yang luar biasa, bahkan saya sendiripun merasa minder.
Selain itu, saya juga bisa berinteraksi dan berkomunikasi secara langsung untuk mendapatkan informasi mengenai judul "Menuju Semarang Ramah Disabilitas" supaya bukan sekedar tau saja fasilitas di Kota Semarang telah ramah atau belum bagi penyandang disabilitas. 

Pertama saya kesana, awalnya memang disana sepi, karena adanya perubahan jadwal kegiatan. Supaya semuanya tidak sia-sia, kebetulan saya bertemu dengan mbak Yanti, kesan pertama beliau baik, ramah, komunikatif dan memberikan informasi yang sangat lengkap bagaimana kondisi Kota Semarang dengan keramahannya bagi penyandang disabilitas.

Informasi yang saya peroleh, bahwa adanya Roemah D merupakan bentuk keramahan bagi penyandang disabilitas di Kota Semarang. Roemah D adalah salah satu tempat di kota Semarang yang memberikan fasilitas dan tempat untuk mengasah kemampuan Komunitas Sahabat Difabel melatih kemampuannya hingga dapat berprestasi.

Roemah D memberikan kesempatan bagi Komunitas Sahabat Difabel berlatih jurnalistik, komputer, bahkan adanya workshop untuk Sahabat Difabel.
Fasilitas dan Aksesibilitas Kota Semarang dinilai masih dalam proses menuju ramah disabilitas, semua fasilitas dan aksesibilitas Kota Semarang dalam proses pembangunan dimana kondisi tersebut memang tidak mudah karena membutuhkan beberapa tahap misalnya mengenai pengajuan proposal perbaikan fasilitas di Kota Semarang, mengenai biaya, dll. Biar kota Semarang yang mengurusnya. hehe.

Fasilitas dan aksesibilitas Kota Semarang sebagian telah ramah  atau belum bagi penyandang disabilitas .
Contoh tempat tempat di kota Semarang yaitu

  1. Kota Lama, Jalan Pemuda, Jalan Imam Bonjol merupakan tempat di Kota Semarang yang di anggap ramah bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra. yaitu adanya trotoar berpola yang memiliki makna yang berbeda.  Totoar Kuning Bergaris Lurus bermakna berjalan lurus sedangkan Trotoar Berpola Bulat memiliki makna berhenti/ berhati-hati.
  2. Bus Trans Semarang dinilai telah cukup baik, dengan disediakannya tempat bagi pengguna kursi roda sedangkan fasilitas lain Bus Trans Semarang masih mengalami kekurangan yaitu untuk menuju halte, bagi pengguna kursi roda harus melewati tanjakan yang cukup tinggi yang memungkinkan mereka terjatuh karena tidak dapat naik atau bahkan kesulitan turun dari halte. Jarak antara halte dengan Bus Trans Semarang, masih terlalu jauh, bahkan bagi orang dengan kondisi fisik lengkap mengalami kesulitan apalagi bagi mereka yang memiliki keterbatasan. berdasarkan informasi yang saya dapatkan, mereka lebih memilih menunggu Bus Trans Semarang benar-benar sepi terlebih dahulu dan ada petugas yang membantu mereka untuk memasuki Bus Trans Semarang, supaya dapat mencapai tujuan mereka. Apabila dalam kondisi ramai, tingkat kepekaan masyarakat kurang baik, mereka tidak di bantu untuk naik Bus Trans Semarang tersebut, justru mementingkan diri sendiri, kemudian bagaimana nasib orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik yang ingin menikmati fasilitas dan akses di kota Semarang ?.
  3. Masih banyak bangunan di Kota Semarang yang memiliki anak tangga yang cukup banyak, yang dampaknya menyulitkan penyandang disabilitas. Masih saya jumpai, ternyata untuk beribadah mereka juga mengalami kesulitan. Salah satu masjid yang terkenal di Kota Semarang yang memiliki anak tangga yang cukup banyak menyulitkan pengguna kursi roda untuk melewatinya, bagi tuna netra harus lebih berhati-hati karena banyak resiko yang memungkinkan terjadi. ATM di Kota Semarang juga memiliki anak tangga yang cukup banyak, namun sekarang yang saya amati ATM di BCA jalan Pemuda telah mengalami perbaikan, pada sisi samping ada pintu yang dapat diakes bagi pengguna kursi roda dan tuna netra.
  4. Banyak pengguna jalan khususnya kendaraan bermotor menggunakan trotoar untuk mementingkan kepentingan mereka supaya tidak terjebak kemacetan, yang merenggut hak penyandang disabilitas untuk tetap aman menggunakan trotoar. 
  5. Di stasiun Tawang juga telah disediakan tempat bagi pengguna kursi roda yaitu tidak melewati anak tangga, tetapi melintasi tanjakan yang tidak terlalu curam, sehingga aksesnya lebih mudah dan cukup membantu.
  6. Adanya pohon dan tiang di dekat trotoar berpola yang dapat membahayakan penyandang tunanetra. Informasi yang saya dapatkan, bentuk protes mereka yaitu dengan memukul-mukul tongkat yang mereka miliki supaya masyarakat disekitar, paham dan peka bahwa pohon tersebut mengganggu jalan mereka bahkan membahayakan mereka. Miris memang dengan kondisi seperti itu.
Beberapa saat setelah saya berbincang dengan mba Yanti, Roemah D kedatangan tamu dari Magelang, yang katanya sulit untuk di temui, saya merasa beruntung bertemu dengan mbak Trimah kemudian kami berkenalan dan bisa berkomunikasi secara langsung dan berbagi pengalaman.
Mbak Trimah seorang yang ramah, selama 2 hari bertemu mbak Trimah, beliau baik, periang, komunikatif, dan rendah hati. Padahal karya batik tulisnya sudah mendunia, selalu saja bilang " Batikku yang mendunia, saya tidak kemana-mana". Seketika itu saya berpikir, bakatku selama ini apa? dalam hati saya mengkasiani diri sendiri.


Penggantian jadwal kegiatan di Roemah D karena akan dilaksanakannya workshop mengenai Pelatihan Ideologi Kenormalan bersama dengan Bapak Sapto.
Disana saya lebih banyak bertemu dan berkumpul Sahabat Difabel, berkenalan dan membantu satu sama lain, dimana saya satu satunya mahasiswa di dalam acara itu.
pertama kali acara itu dimulai, kami memperkenalkan diri satu persatu, istimewanya, bahwa mereka memiliki keterbatasan fisik, tapi mereka berusaha melakukan aktivitas kegiatan secara normal bahkan lebih cekatan dibanding saya.
Saya hanya merasa saja, mungkin mereka memiliki perdebatan dalam hati terkadang kurang menerima dengan kondisi yang seperti ini, tetapi mereka menutupinya dengan baik, dengan cara mereka bersikap cekatan, ramah dengan orang lain, dan terus menggali bakatnya.

Banyak pelajaran yang didapatkan, dengan membedakan rasa empati dan simpati.
Bukan sekedar menyemangati ayo pasti bisa, tapi rasa empati itu yang dengan sendirinya ingin segera lekas membantu yang memang masih memerlukan bantuan.

Banyak ilmu yang didapatkan saat kebahagiaan yang sederhana bisa ditemukan ditengah-tengah mereka. Terimakasih telah membagikan pengalaman yang tidak bisa didapatkan orang lain. Terimakasih atas cerita-ceritanya.
Mulai sekarang banyak-banyaklah bersyukur.

"Jika Kita Tidak Menerima Diri Sendiri, Bagaimana Orang Lain Dapat Menerima Kita???"

Selama Kota Semarang dalam proses perbaikan infrastruktur ramah disabilitas, kita mulai dengan diri kita terlebih dahulu  bahwa disabilitas bukanlah beban, mereka harus diberi hak untuk hidup nyaman dan bebas diskriminasi melalui akses yang memadai.

Terimakasih. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar